Pemain Mahal, Florian Wirtz Hancurkan Struktur Lini Tengah Liverpool

Pemain Mahal, Florian Wirtz Hancurkan Struktur Lini Tengah Liverpool

Liverpool dan Tantangan Awal Musim

Liverpool mengawali musim 2025/2026 dengan performa yang belum konsisten. Meskipun telah berinvestasi besar di bursa transfer musim panas lalu, hasil di lapangan masih jauh dari ekspektasi. Salah satu transfer paling mencolok adalah kedatangan Florian Wirtz, gelandang muda asal Jerman yang ditebus dengan harga fantastis 116 juta pounds dari Bayer Leverkusen, Florian Wirtz.

Kehadiran Wirtz awalnya disambut dengan antusias oleh fans The Reds. Ia digadang-gadang sebagai suksesor ideal untuk peran kreatif yang dulu diisi oleh Philippe Coutinho. Namun, perjalanan kariernya di Merseyside sejauh ini belum berjalan mulus. Setelah 14 pertandingan di semua kompetisi, Wirtz masih belum mencetak gol dan baru menyumbang tiga assist.

Liverpool pun sempat mengalami masa sulit dengan enam kekalahan dalam tujuh laga, sebelum akhirnya kembali ke jalur kemenangan melalui hasil positif atas Aston Villa dan Real Madrid.


Performa Wirtz Belum Sesuai Ekspektasi

Saat masih memperkuat Leverkusen, Wirtz dikenal sebagai motor utama serangan tim. Ia memiliki visi permainan tajam, kemampuan umpan vertikal yang mematikan, serta pergerakan dinamis di ruang antar lini. Kontribusinya menjadi salah satu faktor utama kesuksesan Leverkusen menjuarai Bundesliga musim lalu.

Namun, di Liverpool, situasinya jauh berbeda. Wirtz tampak kesulitan beradaptasi dengan ritme permainan Premier League yang lebih cepat dan fisikal. Ia juga sering kehilangan bola di area berbahaya, membuat lini tengah Liverpool kerap terekspos oleh serangan balik lawan.

Kritik pun mulai berdatangan dari berbagai pihak, termasuk dari legenda sepak bola dan analis ternama. Salah satu yang memberikan komentar tajam adalah mantan manajer Arsenal, Arsene Wenger.


Wenger: Liverpool Hancurkan Struktur Lini Tengah Sendiri

Dalam wawancara bersama beIN SPORTS, Wenger menjelaskan bahwa masalah Liverpool bukan semata karena performa Wirtz yang menurun, melainkan akibat keputusan taktis klub yang mengakomodasi keinginan sang pemain.

Wenger mengatakan, “Ketika Wirtz punya pilihan antara Bayern Munich atau Liverpool, dia mengatakan kepada Liverpool: ‘Saya akan datang kalau saya bermain sebagai nomor 10. Saya tidak ingin bermain di sisi sayap.’

Untuk meyakinkannya bergabung, manajemen Liverpool pun mengiyakan permintaan tersebut. Akibatnya, pelatih Arne Slot harus menyesuaikan formasi tim untuk memberi ruang kepada Wirtz di posisi gelandang serang murni (no.10).

Namun, perubahan ini justru berdampak negatif. Wenger menilai bahwa keputusan tersebut mengacaukan keseimbangan lini tengah Liverpool, yang sebelumnya solid dengan trio Dominik Szoboszlai, Ryan Gravenberch, dan Alexis Mac Allister. Ketiga pemain itu memiliki harmoni yang terbentuk sejak musim lalu, dengan rotasi dan peran yang jelas.

“Untuk mendapatkan Wirtz, Liverpool harus mengubah sistemnya. Tapi dengan begitu, mereka menghancurkan keseimbangan di lini tengah mereka sendiri,” tambah Wenger.


Dampak Perubahan Formasi di Era Arne Slot

Pelatih Arne Slot awalnya mencoba memainkan Wirtz sebagai pusat kreativitas di belakang striker dalam formasi 4-2-3-1. Sayangnya, sistem ini tidak berjalan efektif. Mac Allister terpaksa bermain lebih dalam, sementara Szoboszlai kehilangan ruang untuk bergerak bebas ke depan.

Akibatnya, Liverpool kehilangan kontrol di lini tengah, terutama dalam fase transisi bertahan. Lawan dengan mudah mengeksploitasi ruang kosong di antara gelandang dan bek. Dalam beberapa laga, seperti kekalahan melawan Newcastle dan Brentford, kelemahan ini terlihat sangat jelas.

Namun, seiring waktu, Slot mulai menyadari pentingnya stabilitas di tengah. Dalam dua laga terakhir, ia kembali ke formula musim lalu dengan Gravenberch dan Mac Allister bermain lebih dalam, sementara Wirtz digeser sedikit ke sisi kiri — posisi yang dulu ia mainkan di Leverkusen.

Perubahan ini langsung membuahkan hasil positif. Liverpool menang 2-0 atas Aston Villa, dengan Gravenberch mencetak gol pembuka, dan kemudian melanjutkan tren positif dengan kemenangan dramatis 1-0 atas Real Madrid di Liga Champions, di mana Mac Allister mencetak gol tunggal.


Wirtz Harus Lebih Fleksibel Demi Kebaikan Tim

Meski belum sepenuhnya tampil gemilang, peran Wirtz di sisi kiri mulai menunjukkan potensi. Ia lebih leluasa bergerak ke tengah, memanfaatkan ruang di belakang bek lawan, dan berkolaborasi dengan Mac Allister maupun Gakpo. Namun, tantangan besar menantinya — terutama karena Cody Gakpo tengah berada dalam performa konsisten dan menjadi pilihan utama di posisi tersebut.

Jika ingin bertahan dan membuktikan nilai transfernya, Wirtz harus mulai menunjukkan fleksibilitas dan kemauan beradaptasi dengan sistem permainan tim, bukan sebaliknya. Premier League bukanlah tempat bagi pemain yang ingin segalanya disesuaikan dengan gaya main pribadi.

Sebaliknya, pemain besar justru dikenal karena kemampuan mereka beradaptasi dengan kebutuhan tim. Contohnya, Mohamed Salah yang sukses berkembang dari winger tradisional menjadi penyerang modern di bawah berbagai pelatih berbeda.


Kesimpulan

Transfer Florian Wirtz ke Liverpool memang menjadi salah satu kisah besar di musim panas 2025. Namun, sejauh ini, perjalanan sang pemain masih penuh tantangan. Keputusan klub untuk menyesuaikan sistem demi dirinya terbukti berisiko, dan baru-baru ini Arne Slot mencoba memperbaiki keadaan dengan mengembalikan keseimbangan tim.

Dengan usia muda dan potensi besar, Wirtz masih punya banyak waktu untuk beradaptasi. Namun, jika ingin menjadi bagian penting dari era baru Liverpool, ia perlu menunjukkan bahwa dirinya bukan sekadar pemain mahal, melainkan aset yang benar-benar bisa mengangkat performa tim — bukan sebaliknya.